Dari Senja Utama ke Sajak Kita
: Dede dan Dea
senja runtuh di ufuk barat stasiun kota
kubaca lagi angka tertera duduk di mana
para penumpang mengalir tergesagesa
lega kudapati kursiku pasrah menganga
gerbong masih didera penumpang kelana
kuangkat barangbarangku ke bagasi kereta
kamu datang dengan bawaan tanpa tegursapa
periksa angka dan huruf untuk yakinkan mata
sebagian penumpang sampai di kursi haknya
barangbarangku tertata nafasku pun terhela
kamu juga usai mendesakkan barang entah apa
barangmu barangku bersanding betapa mesra
bayangbayang senja pecah di kaca jendela
letih tubuhku disangga kursi batu merata
sesekali kulirik barangbarangku di atas kepala
sesekali kulirik dirimu melakukan apa saja
bulan telah berlayar di samudera angkasa raya
kamu bertanya turun di mana, di mana jogjanya
ritual perkenalan umumnya, aku anggap biasa
pikirku juga kamu sekadar membunuh nirkata
di atas kereta bintangbintang merajalela
satu kata lepas dua kata bebas menggelora
beku mencair kaku melumer dibakar kata
nirkata akhirnya mati teraniaya semenamena
jendela sebelahku menggigilkan udara
terus kita berbincang mencincang hampa
makin asyik makin masyuk di sela canda
jarum jam berpindah massal sampai tak terasa
di gerbong kereta kita saling tukar angka
dengan jempol mengeja angka dan kata
kosong delapan sekian, dan kamu juga
nomormu, nomorku, nomor kita berdua
bulan mungil menggantung di angkasa
kereta terus berlari mengejar masamasa
aku sudah kehabisan kata hingga terlena
seketika katakata punah kantuk melanda
malam telah senja di kelam cakrawala
gerbong kita mulai bersemburan suara
bungkam kian tenggelam berganti nuansa
aku terjaga dari pelukan nyenyak sementara
malam dimakamkan di pematang desadesa
hilirmudik orangorang mencumbui pagibuta
kulirik arlojiku bersama beragam rencana
rutinitas siap siaga menghadang muka
gebyar fajar menyambut kedatangan kita
suarasuara mengusir hampa yang tersisa
kuturunkan satuduatiga barangku segera
memisahkannya dari barangmu merana
suara kereta merobek kebisuan tugu jogja
kita sadar bahwa perpisahan sudah tiba
aku akan kesana, entah kamu mau kemana
mungkin juga waktu menyeret kita melupa
stasiun berlalu dengan sisa lelah meronta
riuh kereta masih melekat di lorong telinga
tulalit telpon selulerku menggetarkan rasa
darimu dengan sms perdana ke stasiun KUA
***
babrsariyogya, 22 februari 2003